Civic Education

Jumat, 26 September 2014

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation Complex Instruction (GICI) Pada Mata pelajaran IPS Untuk Mengembangkan Elemen Pembelajaran Kooperatif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum yang kemudian dikembangkan dalam berbagai mata pelajaran salah satunya mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
Menurut Hidayati (2004: 9), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada awalnya berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat dengan nama Social Studies. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang di dalamnya mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan (Fajar, 2004: 110). Menurut Ischak (dalam Noviana, 2010:1) Pendidikan IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau suatu perpaduan.
Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia tidaklah sama persis dengan konsep Social Studies di Amerika Serikat. Perbedaan konsep tersebut dikarenakan kondisi yang berbeda sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang merupakan perpaduan dengan ilmu-ilmu lain seperti Geografi, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Politik dan ilmu sosial lainnya dalam mengkaji peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu atau masalah-masalah sosial yang hadir di dalam masyarakat. Mata Pelajaran IPS yang dilaksanakan oleh guru di sekolah-sekolah pada saat ini belumlah maksimal, metode-metode yang digunakan cenderung tidak banyak melibatkan aktivitas siswa, akan tetapi lebih banyak berorientasi kepada aktivitas guru dengan kata lain metode-metode pembelajaran non kooperatif seperti ceramah, tanya jawab dan penugasan yang sering digunakan. Sebagai contoh dari hasil penelitian penerapan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan pada pembelajaran IPS di SD Negeri Kupang 01 Ambarawa  dan SMP Islam Sudirman Ambarawa yang dilakukan oleh Sri Sunarti pada tahun 2010 menunjukkan bahwa guru IPS pada sekolah tersebut lebih banyak menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan pada kegiatan pembelajaran IPS. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Yarsi Astuti pada pembelajaran IPS (Akuntansi) kelas XI IPS 4 di SMA Negeri 2 Surakarta menemukan permasalahan yang timbul dalam pembelajaran IPS di kelas tersebut. Permasalahan yang ditemukan adalah siswa cenderung pasif dalam proses belajar mengajar. Permasalahan tersebut timbul karena guru kurang variatif dalam menggunakan metode mengajar. Metode mengajar yang digunakan guru adalah metode konvensional (ceramah bervariasi), beberapa siswa mengatakan bahwa metode pembelajaran yang monoton tersebut mengakibatkan siswa menjadi jenuh sehingga motivasi siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar rendah. Hal ini dapat terlihat pada tingkat keaktifan siswa siswa kelas XI IPS 4 sebesar 44,74 % dari 38 siswa. Selain itu, beberapa metode ataupun model pembelajaran inovatif juga telah digunakan seperti group investigation dan complex instruction. Sebagai contoh penelitian yang telah dilakukan oleh Antonius pada siswa kelas X Akuntansi tentang penerapan model pembelajaran  group investigation pada mata pelajaran IPS di SMK Santa Maria Pontianak. Metode tersebut dapat meningkatkan partisipasi siswa meskipun belum maksimal yaitu dari 22 siswa sebanyak 14 siswa aktif dalam pembelajaran atau sekitar 64% dari jumlah siswa di dalam kelas tersebut. Sedangkan model pembelajaran complex instruction juga telah diterapkan oleh Khodirin pada mata pelajaran IPS kelas XI AP2 di SMK Teuku Umar Semarang juga dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa. Dari 32 siswa sebanyak 22 siswa atau sekitar 63% siswa aktif dalam pembelajaran. Dengan kata lain, model pembelajaran group investigation dan complex instruction lebih baik dari metode pembelajaran konvensional karena lebih berorientasi pada siswa bukan pada guru.
Goup investigation adalah metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kerjasama dan investigasi masalah dalam kelompok. Menurut Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik group investigation dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic and organizing pupils into groups, 2) planning the learning task, 3) carring out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran dengan teknik group investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempresentasikan laporan akhir dan berakhir pada evaluasi. Sedangkan complex instruction merupakan metode pembelajaran yang menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial (Cohen dalam Huda 2012:124). Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok. Kedua model pembelajaran tersebut telah dilaksanakan di berbagai jenjang pendidikan, salah satunya di SMK Teuku Umar Semarang. Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari beberapa guru mata pelajaran yang telah menerapkan kedua model pembelajaran tersebut di antaranya guru kewirausahaan, guru PKn, dan guru IPS belumlah maksimal karena jika ditinjau dari aktivitas siswa dari jumlah rata-rata siswa dalam kelas sebanyak 30 siswa hanya 13 siswa yang berpartisipasi aktif atau hanya 43% dari jumlah siswa di dalam kelas.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan dengan Anik Listyawati, S. Pd guru IPS kelas X dan XI SMK Teuku Umar pada bulan Desember tahun pelajaran 2013-2014, kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah dalam pelajaran IPS adalah 70. Pembelajaran di SMK Teuku Umar khususnya pada mata pelajaran IPS, guru belum memaksimalkan penerapan model group investigation maupun complex instruction dalam pembelajaran dan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar sangat sedikit, yakni dari 30 siswa hanya 6 siswa atau 30% yang berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran tersebut sehingga hasil belajar IPS siswa masih tergolong rendah. Dari 30 siswa, yang tuntas hanya 13 orang atau 43,33% dengan nilai rata-rata hanya 65,72 dan siswa yang tidak tuntas ada 17 orang atau 56,66%. Hal ini tidak lain karena proses pembelajaran yang kurang maksimal sehingga keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran belum menyeluruh dan akibatnya elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa yang meliputi interaksi promotif, interpedensi positif, akuntabilitas individu, keterampilan interpersonal, dan pemrosesan kelompok belum bisa dikembangkan meskipun guru telah mencoba model pembelajaran group investigation dan complex instruction secara bergantian.
Berdasarkan dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang mampu membawa dan melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh, sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh beberapa siswa tertentu saja . Selain itu, melalui pemilihan dan pengembangan model pembelajaran yang tepat akan membawa siswa lebih tertantang untuk menggali sumber – sumber informasi yang harus dia peroleh dari pokok bahasan yang mereka pelajari dari berbagai sumber. Dengan kata lain sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya terbatas dari guru saja, namun juga berasal dari sumber lain. Model  pembelajaran yang tepat akan meningkatkan peran serta atau partisipasi dan keaktifan seluruh siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Menurut Davis dalam Sastroputro (1989:35) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. George Terry (dalam Winardi 2002:149) menyatakan bahwa partisipasi adalah turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut. Partisipasi siswa dalam pembelajaran sering juga diartikan sebagai keterlibatan siswa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran (Mulyasa, 2004:156).
Mengacu dari pendapat Terry, partisipasi yang peneliti maksud adalah partisipasi siswa yang merupakan wujud tingkah laku siswa secara nyata dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan totalitas dari suatu keterlibatan mental dan emosional siswa sehingga mendorong mereka untuk memberikan kontribusi dan bertanggung jawab terhadap pencapaian suatu tujuan yaitu tercapainya prestasi belajar yang memuaskan. Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas peneliti mengambil indikator yaitu elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif, meliputi : interaksi promotif, interpedensi positif, akuntabilitas individu, keterampilan interpersonal, dan pemrosesan kelompok (Huda, 2012: 46). Hal tersebut dapat dikembangkan melalui pengembangan model pembelajaran kooperatif Group Investigation Complex Instruction (GICI).
GICI merupakan model pembelajaran hasil pengembangan dari dua model pembelajaran inovatif yang terdiri dari model pembelajaran group investigation dan complex instruction dengan menggabungkan unsur-unsur yang terdapat pada kedua model pembelajaran tersebut karena model pembelajaran group investigation dan complex instruction masing-masing memiliki kelebihan atau keunggulan, di antaranya untuk group investigation model pembelajaran ini memiliki kelebihan secara pribadi dapat membuat siswa dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas, secara sosial dapat meningkatkan belajar bekerja sama, dan secara akademik dapat membuat siswa bekerja secara sistematis (Setiawan, 2006:9); sedangkan model pembelajaran complex instruction mempunyai keunggulan yaitu menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan (Huda, 2012: 124). Oleh karena itu, jika model pembelajaran group investigation dan complex instruction digabungkan maka akan saling melengkapi sehingga dapat mengembangkan elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melaksanakan penelitian yang berfokus pada pengembangan model pembelajaran kooperatif group investigation complex instruction (GICI) untuk mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa pada mata pelajaran IPS di SMK Teuku Umar Semarang tahun 2013/ 2014.

1.2  Identifikasi Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMK/MAK mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, dan Antropologi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Mata pelajaran IPS di SMK/MAK bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial (3) Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan (4) Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Tujuan tersebut akan sulit tercapai jika dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mengembangkan elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa, oleh karena itu pengembangan model pembelajaran GICI dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran.
Secara ringkas masalah yang teridentifikasi adalah :
1.2.1        Pada umumnya guru IPS belum memaksimalkan penggunaan model pembelajaran Inovatif seperti group investigation maupun complex instruction (Sunarti, 2010).
1.2.2        Guru IPS belum mengembangkan model pembelajaran group investigation maupun complex instruction untuk meningkatkan elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa.
1.2.3        Siswa belum sepenuhnya melibatkan diri secara aktif dalam pelaksanaan pembelajaran meskipun telah menggunakan model pembelajaran Inovatif seperti group investigation maupun complex instruction (Sunarti, 2010).
1.2.4        Perlunya pengembangan model pembelajaran untuk mengembangkan elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan maksimal (Khodirin, 2013).



1.3  Pembatasan Masalah
Dari uraian dan studi pendahuluan yang sudah dilakukan, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1        Penelitian dilakukan di SMK Teuku Umar tahun pelajaran 2013/ 2014 pada mata pelajaran IPS, kelas XI semester 4 materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.
1.3.2        Model pembelajaran yang dikembangkan yaitu group investigation complex instruction (GICI) untuk menunjang peningkatan elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa.
1.3.3        Pengembangan yang dilakukan merupakan penggabungan dari model pembelajaran group investigation dan  complex instruction.

1.4  Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah “bagaimana pengembangan model pembelajaran kooperatif group investigation complex instruction (GICI) untuk mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa pada mata pelajaran IPS di SMK Teuku Umar tahun 2013/ 2014”. Berangkat dari permasalahan tersebut, kemudian dirinci dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.4.1        Bagaimana mengembangkan model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) yang dapat mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa?
1.4.2        Apakah model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) pada mata pelajaran IPS efektif untuk mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa?
1.4.3        Apakah model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) pada mata pelajaran IPS efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep-konsep IPS?

1.5  Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menemukan model pembelajaran kooperatif group investigation complex instruction (GICI) dalam mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa. Tujuan penelitian tersebut dapat diperinci untuk
1.5.1        Mengembangkan model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) yang dapat mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa.
1.5.2        Menganalisis efektifitas model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) pada mata pelajaran IPS dalam mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa.
1.5.3        Menganalisis efektifitas model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) pada mata pelajaran IPS terhadap penguasaan konsep-konsep IPS.


1.6    Manfaat Penelitian
1.6.1      Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya berkaitan dengan dunia pendidikan terutama pada model pembelajaran kooperatif group investigation complex intrction (GICI) pada mata pelajaran IPS.
1.6.2      Manfaat praktis
Praktisnya, bagi penulis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai ajang untuk melatih daya nalar dan mengasah intelektualitas. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat mendorong adanya suatu kajian-kajian lain yang sejenis dan lebih kreatif serta mampu mengembangkan model pembelajaran kooperatif group investigation complex instruction (GICI).

1.7  Spesifikasi Produk Yang Dikembangkan
Produk pengembangan yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran GICI. Secara konkret, produk ini dibagi dua yaitu (1) pedoman model pembelajaran GICI dan (2) perangkat pembelajaran IPS dengan model pembelajaran GICI
Mengacu pada Joyce dan Weil (2000), komponen model pembelajaran meliputi (1) Sintak; (2) Sistem Sosial; (3) Prinsip Pengelolaan atau Reaksi; (4) Sistem Pendukung; dan (5) Dampak Intruksional dan Pengiring. Pengembangan pedoman model pembelajaran ini meliputi sintak model pembelajaran GICI, sistem sosial yang harus dibangun, prinsip pengelolaan atau reaksi yang harus dilakukan, sistem pendukung yang dibutuhkan serta dampak  instruksional dan dampak pengiring yang ingin dicapai dengan pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran GICI pada proses pembelajaran IPS. Sedangkan sebagai pedoman secara operasional, perangkat pembelajaran meliputi Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS dan Instrumen tes hasil belajar. Masing-masing perangkat pembelajaran menitikberatkan pada elemen dasar pembelajaran kooperatif sebagai indikator utama dalam pembelajaran.

1.8  Asumsi Dan Keterbatasan Pengembangan
Pembelajaran IPS, sebagai salah satu komponen pendidikan di sekolah memerlukan sebuah model pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana dijelaskan dalam Depdiknas (2006) bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental yang positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan sebuah model pembelajaran yang bersifat kontekstual sekaligus dapat memperkuat materi yang selama ini terkesan terlalu konseptual. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Model pembelajaran GICI diharapkan mampu mengatasi masalah keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS, sebagai model pembelajaran GICI dapat menjadi pendekatan agar siswa mampu mencapai materi yang dipelajari sehingga kualitas pembelajaran siswa dalam proses pembelajaran meningkat.
Dalam pengembangan model pembelajaran ini, masih ada keterbatasan yaitu produk model pembelajaran yang dikembangkan masih terbatas pada pedoman bagi guru IPS, belum secara luas ditujukan untuk semua guru mata pelajaran.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar