BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pendidikan
merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa
suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru
sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya
interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks
penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya
secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang
pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum yang kemudian dikembangkan dalam
berbagai mata pelajaran salah satunya mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial).
Menurut
Hidayati (2004: 9), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada awalnya berasal dari
literatur pendidikan Amerika Serikat dengan nama Social Studies. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran
yang di dalamnya mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan (Fajar, 2004:
110). Menurut Ischak (dalam Noviana, 2010:1) Pendidikan IPS adalah bidang studi
yang mempelajari, menelaah menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat
dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau suatu perpaduan.
Konsep
Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia tidaklah sama persis dengan konsep Social Studies di Amerika Serikat.
Perbedaan konsep tersebut dikarenakan kondisi yang berbeda sehingga perlu
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Dari
berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial
merupakan mata pelajaran yang merupakan perpaduan dengan ilmu-ilmu lain seperti
Geografi, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Politik dan ilmu sosial
lainnya dalam mengkaji peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan
dengan isu atau masalah-masalah sosial yang hadir di dalam masyarakat. Mata
Pelajaran IPS yang dilaksanakan oleh guru di sekolah-sekolah pada saat ini
belumlah maksimal, metode-metode yang digunakan cenderung tidak banyak
melibatkan aktivitas siswa, akan tetapi lebih banyak berorientasi kepada aktivitas
guru dengan kata lain metode-metode pembelajaran non kooperatif seperti
ceramah, tanya jawab dan penugasan yang sering digunakan. Sebagai contoh dari
hasil penelitian penerapan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan pada
pembelajaran IPS di SD Negeri Kupang 01 Ambarawa dan SMP Islam Sudirman Ambarawa yang dilakukan oleh Sri
Sunarti pada tahun 2010 menunjukkan bahwa guru IPS pada sekolah tersebut lebih
banyak menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan pada kegiatan
pembelajaran IPS. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Yarsi
Astuti pada pembelajaran IPS (Akuntansi) kelas XI IPS 4 di SMA Negeri 2
Surakarta menemukan permasalahan yang timbul dalam pembelajaran IPS di kelas
tersebut. Permasalahan yang ditemukan adalah siswa cenderung pasif dalam proses
belajar mengajar. Permasalahan tersebut timbul karena guru kurang variatif
dalam menggunakan metode mengajar. Metode mengajar yang digunakan guru adalah
metode konvensional (ceramah bervariasi), beberapa siswa mengatakan bahwa metode
pembelajaran yang monoton tersebut mengakibatkan siswa menjadi jenuh sehingga
motivasi siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar rendah. Hal ini dapat
terlihat pada tingkat keaktifan siswa siswa kelas XI IPS 4 sebesar 44,74 % dari
38 siswa. Selain itu, beberapa metode ataupun model pembelajaran inovatif juga telah
digunakan seperti group investigation
dan complex instruction. Sebagai
contoh penelitian yang telah dilakukan oleh Antonius pada siswa kelas X
Akuntansi tentang penerapan model pembelajaran
group investigation pada mata
pelajaran IPS di SMK Santa Maria Pontianak. Metode tersebut dapat meningkatkan
partisipasi siswa meskipun belum maksimal yaitu dari 22 siswa sebanyak 14 siswa
aktif dalam pembelajaran atau sekitar 64% dari jumlah siswa di dalam kelas
tersebut. Sedangkan model pembelajaran complex
instruction juga telah diterapkan oleh Khodirin pada mata pelajaran IPS
kelas XI AP2 di SMK Teuku Umar Semarang juga dapat meningkatkan partisipasi
aktif siswa. Dari 32 siswa sebanyak 22 siswa atau sekitar 63% siswa aktif dalam
pembelajaran. Dengan kata lain, model pembelajaran group investigation dan complex
instruction lebih baik dari metode pembelajaran konvensional karena lebih
berorientasi pada siswa bukan pada guru.
Goup investigation adalah metode
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kerjasama dan investigasi masalah
dalam kelompok. Menurut Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik group investigation dapat dilakukan
melalui 6 (enam) tahap. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic and organizing pupils into groups, 2) planning the learning task, 3) carring out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan
tersebut, maka pembelajaran dengan teknik group
investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam
kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi,
menyiapkan laporan akhir, mempresentasikan laporan akhir dan berakhir pada
evaluasi. Sedangkan complex instruction
merupakan metode
pembelajaran yang menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial
(Cohen dalam Huda 2012:124). Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan
semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan
dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa)
dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada
proses dan hasil kerja kelompok. Kedua model pembelajaran tersebut telah
dilaksanakan di berbagai jenjang pendidikan, salah satunya di SMK Teuku Umar
Semarang. Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari beberapa guru mata pelajaran
yang telah menerapkan kedua model pembelajaran tersebut di antaranya guru
kewirausahaan, guru PKn, dan guru IPS belumlah maksimal karena jika ditinjau
dari aktivitas siswa dari jumlah rata-rata siswa dalam kelas sebanyak 30 siswa
hanya 13 siswa yang berpartisipasi aktif atau hanya 43% dari jumlah siswa di
dalam kelas.
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan dengan Anik Listyawati, S.
Pd guru IPS kelas X dan XI SMK Teuku Umar pada bulan Desember tahun pelajaran
2013-2014, kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah
dalam pelajaran IPS adalah 70. Pembelajaran di SMK Teuku Umar khususnya pada
mata pelajaran IPS, guru belum memaksimalkan penerapan model group investigation maupun complex
instruction dalam pembelajaran dan
keterlibatan peserta didik dalam proses belajar sangat sedikit, yakni dari 30
siswa hanya 6 siswa atau 30% yang berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran tersebut sehingga hasil belajar IPS siswa masih tergolong rendah.
Dari 30 siswa, yang tuntas hanya 13 orang atau 43,33% dengan nilai rata-rata
hanya 65,72 dan siswa yang tidak tuntas ada 17 orang atau 56,66%. Hal ini tidak
lain karena proses pembelajaran yang kurang maksimal sehingga keterlibatan
peserta didik dalam proses pembelajaran belum menyeluruh dan akibatnya
elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa yang meliputi interaksi
promotif, interpedensi positif, akuntabilitas individu, keterampilan
interpersonal, dan pemrosesan kelompok belum bisa dikembangkan meskipun guru
telah mencoba model pembelajaran group
investigation dan complex instruction secara bergantian.
Berdasarkan
dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka perlu dikembangkan suatu model
pembelajaran yang mampu membawa dan melibatkan peran serta siswa secara
menyeluruh, sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh
beberapa siswa tertentu saja . Selain itu, melalui pemilihan dan pengembangan
model pembelajaran yang tepat akan membawa siswa lebih tertantang untuk
menggali sumber – sumber informasi yang harus dia peroleh dari pokok bahasan
yang mereka pelajari dari berbagai sumber. Dengan kata lain sumber informasi
yang diterima siswa tidak hanya terbatas dari guru saja, namun juga berasal
dari sumber lain. Model pembelajaran
yang tepat akan meningkatkan peran serta atau partisipasi dan keaktifan seluruh
siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial.
Menurut
Davis dalam Sastroputro (1989:35) partisipasi adalah keterlibatan mental dan
emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab
terhadap usaha yang bersangkutan. George Terry (dalam Winardi 2002:149) menyatakan
bahwa partisipasi adalah turut sertanya seseorang baik secara mental maupun
emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan,
terutama mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang
bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut.
Partisipasi siswa dalam pembelajaran sering juga diartikan sebagai keterlibatan
siswa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran (Mulyasa,
2004:156).
Mengacu
dari pendapat Terry, partisipasi yang peneliti maksud adalah partisipasi siswa
yang merupakan wujud tingkah laku siswa secara nyata dalam kegiatan
pembelajaran yang merupakan totalitas dari suatu keterlibatan mental dan
emosional siswa sehingga mendorong mereka untuk memberikan kontribusi dan
bertanggung jawab terhadap pencapaian suatu tujuan yaitu tercapainya prestasi
belajar yang memuaskan. Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan
uraian di atas peneliti mengambil indikator yaitu elemen-elemen dasar
pembelajaran kooperatif, meliputi : interaksi promotif, interpedensi positif,
akuntabilitas individu, keterampilan interpersonal, dan pemrosesan kelompok
(Huda, 2012: 46). Hal tersebut dapat dikembangkan melalui pengembangan model
pembelajaran kooperatif Group Investigation
Complex Instruction (GICI).
GICI merupakan model
pembelajaran hasil pengembangan dari dua model pembelajaran inovatif yang
terdiri dari model pembelajaran group
investigation dan complex instruction dengan menggabungkan unsur-unsur yang terdapat pada
kedua model pembelajaran tersebut karena model pembelajaran group investigation dan complex
instruction masing-masing memiliki
kelebihan atau keunggulan, di antaranya untuk group investigation model
pembelajaran ini memiliki kelebihan secara pribadi dapat membuat siswa dalam
proses belajarnya dapat bekerja secara bebas, secara sosial dapat meningkatkan
belajar bekerja sama, dan secara akademik dapat membuat siswa bekerja secara
sistematis (Setiawan, 2006:9); sedangkan model pembelajaran complex instruction
mempunyai keunggulan yaitu menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota
kelompok terhadap pokok bahasan (Huda, 2012: 124). Oleh karena itu, jika model
pembelajaran group investigation dan complex instruction
digabungkan maka akan saling melengkapi sehingga dapat mengembangkan
elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa tersebut.
Berdasarkan uraian di atas,
penulis bermaksud melaksanakan penelitian yang berfokus pada pengembangan model
pembelajaran kooperatif group
investigation complex instruction
(GICI) untuk mengembangkan
elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa pada mata pelajaran IPS di
SMK Teuku Umar Semarang tahun 2013/ 2014.
1.2
Identifikasi Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata
pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMK/MAK mata pelajaran IPS
memuat materi Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, dan Antropologi. Melalui
mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai.
Mata pelajaran IPS di
SMK/MAK bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) Memahami
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2)
Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial (3) Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan (4) Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Tujuan tersebut akan sulit
tercapai jika dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mengembangkan elemen-elemen
pembelajaran kooperatif siswa, oleh karena itu pengembangan model pembelajaran GICI dapat digunakan sebagai alternatif
dalam pembelajaran.
Secara ringkas masalah yang
teridentifikasi adalah :
1.2.1
Pada umumnya guru IPS belum memaksimalkan penggunaan model
pembelajaran Inovatif seperti group investigation
maupun complex instruction (Sunarti,
2010).
1.2.2
Guru IPS belum mengembangkan model pembelajaran group investigation maupun complex instruction untuk meningkatkan
elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa.
1.2.3
Siswa belum sepenuhnya melibatkan diri secara aktif dalam
pelaksanaan pembelajaran meskipun telah menggunakan model pembelajaran Inovatif
seperti group investigation maupun complex instruction (Sunarti, 2010).
1.2.4
Perlunya pengembangan model pembelajaran untuk mengembangkan
elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan maksimal (Khodirin, 2013).
1.3
Pembatasan Masalah
Dari uraian dan studi
pendahuluan yang sudah dilakukan, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.3.1
Penelitian dilakukan di SMK Teuku Umar tahun pelajaran 2013/
2014 pada mata pelajaran IPS, kelas XI semester 4 materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.
1.3.2
Model pembelajaran yang dikembangkan yaitu group investigation complex instruction (GICI) untuk menunjang peningkatan
elemen-elemen pembelajaran kooperatif siswa.
1.3.3
Pengembangan yang dilakukan merupakan penggabungan dari model
pembelajaran group investigation
dan complex
instruction.
1.4
Rumusan Masalah
Secara
umum masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah “bagaimana pengembangan
model pembelajaran kooperatif group
investigation complex instruction (GICI)
untuk mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa pada mata
pelajaran IPS di SMK Teuku Umar tahun 2013/ 2014”. Berangkat dari permasalahan
tersebut, kemudian dirinci dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1.4.1
Bagaimana mengembangkan model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI)
yang dapat mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa?
1.4.2
Apakah model pembelajaran group investigation complex
instruction (GICI) pada mata
pelajaran IPS efektif untuk mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran
kooperatif siswa?
1.4.3
Apakah model pembelajaran group investigation complex
instruction (GICI) pada mata
pelajaran IPS efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep-konsep IPS?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian
ini secara umum bertujuan untuk menemukan model pembelajaran kooperatif group investigation complex instruction (GICI) dalam mengembangkan elemen-elemen
dasar pembelajaran kooperatif siswa. Tujuan penelitian tersebut dapat diperinci
untuk
1.5.1
Mengembangkan model pembelajaran group investigation complex
instruction (GICI) yang dapat
mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif siswa.
1.5.2
Menganalisis efektifitas model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI)
pada mata pelajaran IPS dalam mengembangkan elemen-elemen dasar pembelajaran
kooperatif siswa.
1.5.3
Menganalisis efektifitas model pembelajaran group investigation complex instruction (GICI) pada
mata pelajaran IPS terhadap penguasaan konsep-konsep IPS.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1
Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
berkaitan dengan dunia pendidikan terutama pada model pembelajaran kooperatif group investigation complex intrction (GICI) pada
mata pelajaran IPS.
1.6.2
Manfaat praktis
Praktisnya, bagi
penulis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai ajang untuk melatih daya nalar
dan mengasah intelektualitas. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan
nantinya dapat mendorong adanya suatu kajian-kajian lain yang sejenis dan lebih
kreatif serta mampu mengembangkan model pembelajaran kooperatif group investigation complex instruction (GICI).
1.7
Spesifikasi
Produk Yang Dikembangkan
Produk pengembangan
yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran GICI. Secara konkret, produk ini dibagi
dua yaitu (1) pedoman model pembelajaran GICI
dan (2) perangkat pembelajaran IPS dengan model pembelajaran GICI
Mengacu pada Joyce dan
Weil (2000), komponen model pembelajaran meliputi (1) Sintak; (2) Sistem
Sosial; (3) Prinsip Pengelolaan atau Reaksi; (4) Sistem Pendukung; dan (5)
Dampak Intruksional dan Pengiring. Pengembangan pedoman model pembelajaran ini
meliputi sintak model pembelajaran GICI, sistem sosial yang harus dibangun,
prinsip pengelolaan atau reaksi yang harus dilakukan, sistem pendukung yang
dibutuhkan serta dampak instruksional
dan dampak pengiring yang ingin dicapai dengan pelaksanaan pembelajaran model
pembelajaran GICI pada proses
pembelajaran IPS. Sedangkan sebagai pedoman secara operasional, perangkat
pembelajaran meliputi Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS dan Instrumen tes hasil
belajar. Masing-masing perangkat pembelajaran menitikberatkan pada elemen dasar
pembelajaran kooperatif sebagai indikator utama dalam pembelajaran.
1.8
Asumsi Dan
Keterbatasan Pengembangan
Pembelajaran IPS,
sebagai salah satu komponen pendidikan di sekolah memerlukan sebuah model
pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana
dijelaskan dalam Depdiknas (2006) bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental yang positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan sebuah model pembelajaran yang
bersifat kontekstual sekaligus dapat memperkuat materi yang selama ini terkesan
terlalu konseptual. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan elemen dasar
pembelajaran kooperatif siswa, sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Model pembelajaran GICI
diharapkan mampu mengatasi masalah keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS,
sebagai model pembelajaran GICI dapat menjadi pendekatan agar siswa mampu
mencapai materi yang dipelajari sehingga kualitas pembelajaran siswa dalam
proses pembelajaran meningkat.
Dalam pengembangan
model pembelajaran ini, masih ada keterbatasan yaitu produk model pembelajaran
yang dikembangkan masih terbatas pada pedoman bagi guru IPS, belum secara luas
ditujukan untuk semua guru mata pelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar